Kamis, 21 Maret 2013

Regulasi Keuangan Sektor Publik Di Indonesia

 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


Pokok Pembahasan : Regulasi Keuangan Sektor Publik Di Indonesia

Di susun oleh :
Anda Fatimah
Andi Faisal
Aulia Dewi Anggraeni
Dea Ranita Ulfah
Lisa Karlina
Widi Astuti

STIE MADANI BALIKPAPAN
Jl. Kapt. P. Tendean No. 60, Gunung Pasir – Balikpapan 76121
Telp : 0542 – 423305, 733024 fax : 0542 – 425380
www.stie-madani.ac .id
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Berkah dan Rahmat-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk dan pedoman bagi para pembaca dalam Pokok Pembahasan AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK (Regulasi Keuangan Sektor Publik di Indonesia).
            Harapan Kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
            Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Karakteristik Akuntansi Sektor Publik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata, kami sampaikan Terima Kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin


Balikpapan,     MARET  2013

Penyusun






DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                        2

Daftar Isi                                                                                                 3

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang                                                                                                                    4
2. Rumusan Masalah                                                                                                               4
3. Tujuan                                                                                                                                 5

Bab II Pembahasan

A. UU RI No.17 th.2003 tentang Keuangan Negara                                                  6-9
B. UU RI No.1 th.2004 tentang  Perbendaharaan Negara                                                    9-12
C. UU RI No.15 th.2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan
     tanggungjawab keuangan Negara                                                                         12-17

D. UU RI No.32 th.2004 tentang pemerintahan daerah                                                        17-24
E. UU RI No.33 th.2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah
     pusat dan daerah                                                                                                                22-23  
F. Peraturan Pemerintah RI No.24 th.2005 tentang standar akuntansi
     Pemerintah                                                                                                             24-27

G. Peraturan Pemerintah RI No.54 th.2005 tentang pinjaman daerah                                   27
H. Peraturan Pemerintah RI No.58 th.2005 tentang pengelolaan
     keuangan Negara                                                                                                              28-29
 I. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 th.2006 tentang Pedoman
    pengelolaan keuangan daerah                                                                                            30-31

Bab III Penutup

A. Kesimpulan                                                                                                                        32
B. Saran                                                                                                                                  32
Daftar Pustaka                                                                                                                       32







BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis.  Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik. Keuangan negara dan penganggaran sektor publik yang didalamnya membahas  keuangan negara , jenis jenis penganggaran, siklus anggaran dan siklus APBN / APBD. Sebagai mahasiswa fakultas ekonomi kita perlu memahami lebih dalam tentang masalah yang menyangkut tentang keuangan negara ataupun dalam kaitannya anggaran negara.


I.2. Rumusan Masalah
1. UU RI No.17 th.2003 tentang Keuangan Negara
2. UU RI No.1 th.2004 tentang  Perbendaharaan Negara
3. UU RI No.15 th.2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan   tanggungjawab keuangan  Negara
4. UU RI No.32 th.2004 tentang pemerintahan daerah
5. UU RI No.33 th.2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
6. Peraturan Pemerintah RI No.24 th.2005 tentang standar akuntansi Pemerintah
7. Peraturan Pemerintah RI No.54 th.2005 tentang pinjaman daerah
8. Peraturan Pemerintah RI No.58 th.2005 tentang pengelolaan keuangan Negara
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 th.2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

I.3. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini terdapat beberapa tujuan penulisan, yaitu:
1. Agar mahasiswa paham mengenai karakteristrik akuntansi sector public
2. Agar mahasiswa juga dapat mempraktekan karakteritrik ini di kehidupan masyarakat
3. Agar akuntansi sector public ini dapat menunjang kehidupan yang lebih baik















BAB II
PEMBAHASAN

A. UU RI No.17 th.2003 tentang Keuangan Negara
A.1. Pengertian dan Ruang Lingkup
          Pengertian Keuangan Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek, proses dan tujuan memiliki pengertian yang berbeda pula, yakni : .Dari sisi obyek yang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
            Ruang lingkup keuangan Negara, mencakup beberapa hal yakni ;
a.       hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan  pinjaman;
b.      kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.       Penerimaan Negara/Daerah;
d.      Pengeluaran Negara/Daerah;
e.       kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f.       kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g.      kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
A.2. Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
            Azas – azas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : (1). Azas tahunan, (2). Azas universalitas, (3). Azas kesatuan, (4). Azas spesialitas. Serta tambahan azas – azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
• Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
• Azas profesionalitas
• Azas proporsionalitas
• Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
• Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut di dalam undang – undang tentang keuangan negara, maka pelaksanaan undang – undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
A.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
            Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational Officer (COO).
A.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
          Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
A.5. Hubungan keauangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan lembaga asing, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan pengelolaan dana masyarakat
          Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
A.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
          Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang – undang, pelaksanaanya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
A.7. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara
            Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

B.  UU RI No.1 th.2004 tentang  Perbendaharaan Negara
B.1. Pengertian dan ruang lingkup
Undang – undang tentang perbendaharaan negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa “Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD“. Sesuai dengan kaidah – kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang – undang Perbendaharaan Negara ini menganut azas kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena itu Undang – undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hekekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Konsekuensi pembagian tugas antara menteri keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementrian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada kementrian keuangan.
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yang berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
B.2. Pejabat perbendaharaan Negara
Kementrian keuangan: berwenang & bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Kementerian negara/lembaga: berwenang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas & fungsi masing-masing.
B.3. Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintah
          Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan negara dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi, terutama,perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaat dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah  sumber daya keuangan.
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip – prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi – fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
B.4. Penatausahaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai hal – hal tersebut agar :
1 . Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi
2. Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)  meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan  Arus Kas, catatan atas laporan keuangan.
3. Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
4. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern (BPK) yang independen & profesional. Sejalan dgn pasal 30 & 31 UU No 17 Thn 2003
5. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan professional sebelum disampaikan kepada DPR
6. Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang mengacu kepada manual statistic keuangan pemerintah (Government Finance Statistic/GFS)
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun oleh suatu komite standar akuntansi pemerintah yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga. Dalam undang – undang ini juga mengatur penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemerintah Keuangan, maka Badan Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya ketepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD.
B.5. Penyelesaian Kerugian Negara
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi yang dipimpinnya telah terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.

B.6. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk badan layanan umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan badan layanan umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, berkenaan dengan itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja badan layanan umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementrian Negara/lembaga/pemerintah daerah.
C.  UU RI No.15 th.2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara
C.1. Pengertian Umum
          • Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
• Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban.
• Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
C.2. Lingkup Pemeriksaan
1) Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
3) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsure keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan public berdasarkan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 dan 2 diatas terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
6) Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
7) Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
8 ) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (6) dan (7).
9) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (3) dan (4) dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.
10) Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (9) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
C.3. Pelaksanaan Pemeriksaan
1) Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
2) Dalam perencanaan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.
3) Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada nomor (2), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.
4) Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
5) Pemanfaatan Kinerja Aparat Pemeriksa Intern :
1. Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.
2. Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
3. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
6) Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan
1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, asset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penugasan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
3. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
4. Meminta keterangan kepada seseorang; (dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang).
5. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan;
6. Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan system pengendalian intern pemerintah.
7) Investigasi dan Temuan Kasus Pidana
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigative guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsure pidana.
1. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsure pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.
C.4. Hasil Pemeriksaan dan Tindak lanjut
            Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut Keuangan Negara tercantum dalam BAB IV ‘HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT’
Pasal 15
(1)     Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
(2)    Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.
Pasal 16
(1)     Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
(2)    Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
(3)    Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
(4)   Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 17
(1)     Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh  BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat.
(2)    Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.
(3)    Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4)   Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/ DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(5)    Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(6)   Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.
(7)    Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1)     Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
(2)    Ikhtisar hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
Pasal 19
(1)     Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum.
(2)    Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1)     Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(2)    Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3)    Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
(4)   BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)    Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6)   BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.
Pasal 21
(1)     Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2)    DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan.
(3)    DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
(4)   DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).
C.5. Pengenaan Ganti Kerugian Neraca
Sama halnya dengan Hasil Pelaksann dan Tindak lanjut keuangan Negara, ‘PENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA’ juga termuat dalam UU No.15 tahun 2004 Bab. V, yakni :
Pasal 22
(1)     BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.
(2)    Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)    Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan.
(4)   Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
(5)    Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.

D. UU RI No.32 th.2004 tentang pemerintahan daerah
D.1. Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus
            Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Untuk itu, maka pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonom untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali, pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer, serta wilayah eksploitasi, konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya nasional, laboratorium sosial, dan lembaga pemasyarakatan spesifik. Dalam mengembangkan kawasan khusus ini Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut.
D.2. Pembagian urusan pemerintahan
Urusan Pemerintahan Pusat Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi:
·        politik luar negeri;
·        pertahanan;
·        keamanan;
·        yustisi;
·        moneter dan fiskal nasional;
·        agama ; dan
·        norma.
D.3. Pemerintahan daerah
            Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
D.4. Perangkat Daerah
          Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
D.5. Keuangan Daerah
            Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
Pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi:
(a) hasil pajak daerah;
(b) hasil retribusi daerah;
(c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
(d) lain-lain PAD yang sah;
Dana perimbangan yang meliputi:
(a). Dana Bagi Hasil;
(b). Dana Alokasi Umum; dan
(c). Dana Alokasi Khusus; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.
Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
D.6. Perda dan Perkada
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat.
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

D.7. Kepegawaian Daerah
Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen pegawai negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.

D.8. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Koordinasi pembinaan dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.
Pembinaan tersebut meliputi
·        koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;
·        pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
·        pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; pendidikan dan pelatihan; dan perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
·        Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
·        Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;
·        Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.

D.9. Desa
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Yang dimaksud dengan Perangkat Desa lainnya dalam ketentuan ini adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.
Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud, ditetapkan sebagai kepala desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Masa jabatan kepala desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan. Yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa dalam ketentuan ini seperti: Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
·        urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;
·        urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
·        tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota;
·        urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.
E.  UU RI No.33 th.2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
E.1. Sumber-Sumber Pendanaan Pelaksanaan Daerah
            Sumber penerimaan daerah terdapat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 9. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
·        Pendapatan daerah bersumber dari :
a. Pendapatan asli daerah (PAD);
b. Dana perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan.
·        Pembiayaan bersumber dari:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah.
b. Penerimaan Pinjaman Daerah.
c. Dana Cadangan Daerah.
d. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
·        Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah.
·        Lain-lain PAD yang sah meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
b. Jasa giro.
c. Pendapatan bunga.
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
   pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
E.2.  Pengelolaan keuangan daerah dan system informasi keuangan daerah
            Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi terdapat dalam pasal 66 sampai dengan pasal 86. Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan perubahan dinamika sosial politik, Pemerintah telah melakukan revisi beberapa materi dalam undang-undang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Substansi perubahan kedua undang-undang tersebut adalah semakin besarnya kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola pemerintahan dan keuangan daerah.Dengan demikian diharapkan pembangunan daerah dapat berjalan sesuai dengan aspirasi,kebutuhan, dan prioritas daerah, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi regional, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan Pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan, antara lain untuk:
(i)                            mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance);
(ii)                          meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
(iii)                        meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional;
(iv)                        tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian Transfer ke Daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil;
(v)                           dan mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Di samping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan kewenangan memungut pajak (taxing power).
Sedangkan Informasi Keuangan Daerahnya adalah segala informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah.Daerah menyampaikan informasi keuangan daerah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.
Informasi yang berkaitan dengan sistem informasi keuangan daerah mencakup:
a. APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota
b. Neraca daerah
c. Laporan arus kas
d. Catatan atas laporan keuangan daerah
e. Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan
f. Laporan keuangan perusahaan daerah
g. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.
Informasi yang dimuat dalam sistem informasi keuangan daerah merupakan data terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh masyarakat. Penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pemerintah menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah secara nasional, dengan tujuan :
a. Merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional
b. Menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional
c. Merumuskan kebijakan keuangan daerah, seperti dana  perimbangan, pinjaman  
    daerah, dan pengendalian defisit anggaran
d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi pendanaan desentralisasi,  
    dekonsentrasi, tugas pembantuan, pinjaman daerah, dan defisit anggaran daerah.
F.  Peraturan Pemerintah RI No.24 th.2005 tentang standar akuntansi Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 32 ayat (2) yang menyatakan bahwa “standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan”. Poin-poin yang dimuat dalam PP (terutama dalam Lampiran PP) tersebut antara lain mengenai basis akuntansi yang digunakan dalam akuntansi keuangan pemeritahan atau sektor publik, jenis laporan keuangan minimal yang harus dibuat, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan akuntansi keuangan pemerintah.
Basis akuntansi yang digunakan dalam SAP ada dua macam, yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accrual basis). Kedua jenis basis akuntansi tersebut digunakan untuk keperluan yang berbeda. Basis kas digunakan untuk melakukan pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dalam laporan Realisasi Anggaran. Sedangkan basis akrual digunakan dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana yang disajikan dalam Neraca.
Laporan Arus Kas pada laporan keuangan pemerintah tidak terlalu berbeda dengan laporan arus kas pada sektor swasta, yakni mengklasifikasikan informasi kas berdasar aktivitas tertentu. Dalam SAP, laporan arus kas menyajikan informasi kas berdasarkan aktivitas operasional, investasi aset nonkeuangan,pembiayaan, dan transaksi non-anggaran. Laporan arus kas menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah selama periode tertentu.
Neraca menggambarkan posisi keuangan dengan menandingkan aset dengan kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal neraca. Neraca menjadi penting terutama untuk mengetahui posisi utang pemerintah dan kemampuan aset yang dimiliki untuk menyelesaikan kewajiban tersebut. Neraca juga dapat digunakan untuk pengendalian keuangan pemerintah, terutama untuk mengendalikan proporsi kewajiban terhadap total aset.
G. Peraturan Pemerintah RI No.54 th.2005 tentang pinjaman daerah
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
PRINSIP DASAR PINJAMAN DAERAH :
1.   Pinjaman Daerah adalah salah satu alternatif sumber pembiayaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, termasuk untuk menutup kekurangan arus kas;
2.   Pinjaman Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan;
3.   Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri;
4.   Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang dananya berasal dari luar negeri (On-Lending);
5.   Tidak melebihi Batas Defisit APBD dan Batas Kumulatif Pinjaman Daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pinjaman Daerah sersunber dari:
1.                     Pemerintah;
·              Pendapatan Dalam Negeri (Rekening Pembangunan Daerah);
·              Pinjaman Luar Negeri (Subsidiary Loan Agreement (SLA)/on-lending)
2.                     Pemerintah daerah lain;
3.                     Lembaga keuangan Bank;
4.                     Lembaga Keuangan bukan Bank; dan
5.                     Masyarakat
Pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan, sedangkan pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.


H. Peraturan Pemerintah RI No.58 th.2005 tentang pengelolaan keuangan Negara
H.1. Perencanaan Penganggaran
       Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dapat menunujukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas, dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat.APBD merupakan instrument yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah.
       Beberapa prinsip dalam discipline, antara lain :
1.     Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
2.     Penganggaran pengeluaran harus didukung adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/ perubahan APBD
3.     Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening KAS Umum Daerah
Untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan :
1.          Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indicator kinerja yang ingin dicapai
2.         Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional
Aspek penting lainnya yang diatur dalam peraturan pemerintah ini adalah ketertarikan antara kebijakan, perencanaan penganggaran oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagi kebijakan pemerintah sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.



H.2. Pelaksanaan dan penatusahaan Keuangan Daerah
       Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah memberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat pelaksana anggaran, system pengawasan pengeluaran dan system pembayaran, manajemen kas dan perancanaan keuangan, pengelolaan piutang dan utang, pengelolaan investasi, pengelolaan Barang Milik Daerah, larangan penyitaan Uang dan Barang Milik Daerah dan/atau yang dikuasai Negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD, serta akuntansi dan pelaporan.

H.3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
Dalam  rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntanbel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa ;
1.     Laporan Realisasi Anggaran
2.     Neraca
3.     Laporan Arus Kas
4.    Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan pada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa dulu oleh BPK

I.   Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 th.2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraanpemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentukkekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangandaerah
Bagian Ketiga”Azas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah”
Pasal 4
(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan,dan manfaat untuk masyarakat.
(2) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelolasecara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan buktibukti administrasi yang dapatdipertanggungjawabkan.
(3) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwapengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(4) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program dengan targetyang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
(5) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang maksimumdengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
(6) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan masukan dengankualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
(7) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan yangmemungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnyatentang keuangan daerah.
(8) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan kewajibanseseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya danpelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telahditetapkan.
(9) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi kewenangan danpendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbanganyang obyektif.
(10) Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukandengan wajar dan proporsional.
(11) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerahdiutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
          Keuangan  negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul. Pendekatan yang digunakan dalam  merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Keuangan negara dan penganggaran sektor publik yang didalamnya membahas  keuangan negara , jenis jenis penganggaran, siklus anggaran dan siklus APBN / APBD. 
B. Saran

                Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat. Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.